Kandungan emas murni seperti anugerah untuk warga Kecamatan Cineam serta Karangjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Kesibukan penambangan dengan cara tradisional jadi sumber mata pencaharian paling utama untuk seputar 400 orang warga setempat.
Sekarang ini terdaftar kian lebih 30 lubang aktif selalu digali diatas tempat seputar 170 km2, yang menyebar di sebagian tempat, seperti Bukit Cengal, Bukit Karangpanunggal, serta Bukit Leuwidungus. Walau telah digali mulai sejak 1970-an, belum ada kajian ilmiah dari Pemkab Tasikmalaya tentang seberapa besar potensinya. Untuk mengambil kandungan emas yang ada didalam perut bumi, penggalian terowongan memakai pahat dengan berpondasi bambu serta kayu yaitu satusatunya langkah.
Konstruksinya tak seragam tergantung duit yang ditanam yang memiliki modal, lantaran modal paling kecil umumnya meraih seputar Rp50 juta. Terowongan di Bukit Karangpanunggal yaitu misal yang di buat dengan dana Rp50 juta. Untuk memperoleh hasil semakin banyak, di buat sumur vertikal selebar satu mtr. dengan kedalaman seputar 20 mtr., untuk buka terowongan horizontal baru.
Sumur umumnya selalu di buat sampai batas kedalaman 80 mtr.. Tak ada fasilitas pengaman, seperti cadangan oksigen atau masker hingga kematian disebabkan sesak nafas atau robohnya dinding tanah kemungkinan besar berlangsung. Terutama bila keadaan fisik yang capek lantaran berjuang masuk dibutuhkan stamina yang sangatlah kuat. Terlebih didalam terowongan mereka bekerja dengan menggali untuk memperoleh bongkahanbongkahan batu yang disangka memiliki kandungan emas.
Seperti diceritakan Sadili, 48, warga Kampung Ciherang, Desa Karanglayung, Kecamatan Karangjaya, Kabupaten Tasikmalaya, pada dua th. silam dianya berbarengan rekan-rekannya terperanjat waktu mendengar bunyi gemuruh dari salah satu pojok terowongan atau dalam bhs setempat dimaksud lubang tambang emas di perut Bukit Karangpaningal.
Gemuruh jadi sinyal ada dinding tanah yang ambruk yang waktu itu juga bikin kepanikan lantaran tahu bila salah seseorang rekannya sesama penambang, yaitu Ateng, 47, terjebak di ujung terowongan pada kedalaman 30 mtr.. Dengan memakai lingis, pacul, tali tambang, serta pahat, di terowongan selama 20 mtr., serta lebar satu mtr., dan tinggi satu mtr., dengan kedalaman optimal 80 mtr. ini, penambang lain bergerak lakukan penyelamatan.
Sampai baru satu jam lalu longsoran tanah dapat disingkirkan serta Ateng sukses diselamatkan, meski waktu itu kondisinya telah dalam situasi tidak sadarkan diri. “Saat itu saya telah tak ingat apa-apa serta baru tersadar sesudah ada dirumah di puskesmas, tak tahu mengapa tibatiba terowongan itu ambruk sampai tutup pintu keluar serta hawa yang telah terang sudah sangatlah minim. Dalam kegelapan serta pengap saya pernah bertahan sebagian menit sampai pada akhirnya kepala pusing serta nafas sesak yang lalu bikin saya tidak sadarkan diri, ” ungkap Ateng waktu didapati dengan terlihat tanah lempung kering di sekujur badannya mengisyaratkan barusan keluar dari terowongan yang nyaris mencabut nyawanya itu.
Pengalaman pahit yang dirasakannya itu, seperti tak membuatnya kapok untuk lalu selalu mengadu nasib dengan masuk ke perut bumi untuk mencari emas yang sesungguhnya keberadaannya juga cuma untung-untungan. Peristiwa sama yang hampir merenggut nyawanya lalu berlangsung pada Agustus 2011 silam di terowongan yang sama.