HAMPIR sehari-hari di selama jalan kampung Kedungmiri, Pedukuhan Wunut, Sriharjo, Imogiri dihiasi panorama sekumpulan warga yang tengah melakukan aktivitas. Terdapat banyak grup yang teratur melakukan aktivitas di tepi jalan kampung ini.
Namun, kesibukan ini tidak seperti kebiasaan warga setempat biasanya yang biasanya berbentuk menjemur beragam hasil pertanian seperti jagung atau beras. Ya, mulai sejak dua bln. paling akhir warga kampung Kedungmiri memiliki kesibukan baru. Yakni mencari, memproses, sekalian jual batu mulia.
”Setelah batu terkumpul kita olah disini (tepi jalan), ” jelas Dukuh Wunut Sugiyanto di sela-sela kesibukannya memproses batu mulia pada Radar Jogja belum lama ini. Batu-batu dengan ukuran bervariatif ini di ambil warga dari Sungai Oyo.
Maklum, aliran sungai yang berhulu di Gunung Merapi ini membentang di tepi kampung yang berpenduduk 700 jiwa ini. Awalannya, warga kampung Kedungmiri memanglah tidak demikian menghiraukan kabar berita mass media tentang demam akik yang menempa orang-orang perkotaan di Indonesia. Tetapi, sikap acuh ini lalu berbalik arah sesudah banyak warga Kota Jogja yang mencari batu mulia di sungai yang melintas di kampung itu. ”Dulu beberapa orang dari Kotagede beli batu dari warga sini, ” katanya.
Alhasil, beberapa warga lalu turut berprofesi juga sebagai pencari batu di Sungai Oyo. Beberapa ada yang sekalian berprofesi juga sebagai pengepul bebatuan. Pengepul ini beli bebatuan dari warga lalu menjualnya pada beberapa konsumen yang notabene bukanlah warga setempat.
Sugiyanto menerangkan, dalam satu hari beberapa pencari batu dapat memeroleh pendapatan seputar Rp 50 ribu. Untuk mereka pendapatan ini cukup lumayan. Toh, profesi juga sebagai pencari batu cuma untuk sampingan.
”Karena sebagian besar profesi warga disini yaitu tukang bangunan serta petani, ” terangnya.
Seiring berjalannya waktu, warga Kedungmiri tidak cuma mencari bebatuan di sela-sela aktivitas mereka. Namun, mereka juga belajar mengolahnya. Lantaran terbatasnya peralatan, mereka pada akhirnya memproses bebatuan ini dengan cara berkelompok. Di tepi jalan kampung inilah seputar 28 warga Kampung Kedungmiri memproses bebatuan.
”Inginnya kita dapat membuat satu grup usaha. Bila saat ini kan masih tetap terpisah-pisah, ” katanya.
Karenanya, Sugiyanto mengharapkan ada campur tangan pemerintah. Terkecuali memberi kursus, campur tangan pemerintah ini diinginkan juga sekalian dengan memberi sarana peralatannya. Mengingat, harga satu set alat pemrosesan batu mulia meraih Rp 80 juta.
Apabila ini terealisasi skala perekonomian orang-orang dengan sendirinya pasti akan terangkat. ”Kita juga telah bekerjasama dengan kelurahan, ” terangnya.
Warga meminta supaya kelurahan membuat regulasi pemberdayaan salah satu kekayaan alam ini. Ini dapat juga sebagai antisipasi bebatuan di Sungai Oyo tidak dieksploitasi oleh segelintir orang. Karena, terdapat beberapa type bebatuan di Sungai Oyo. Diantaranya Kalsidon, Batu Karet, Pancawarna sampai Kristal. ”Di sebagian titik juga telah kita gunakan papan peringatan. Berisi supaya orang luar kampung dilarang mengambil batu disini, ” tegasnya.